Sabtu, 24 Maret 2012

Easy to saying but difficult to do it!


Cerita pengalaman seseorang tapi ini bukan dari temen gue tapi gue dapet dari blog lain juga hehe 

Seorang teman saya gemar sekali mengirimkan broadcast message di Blackberry messenger setiap minggu. Saya bukan tipe yang senang menerima broadcast message, tapi karena dia adalah teman dekat, ya masih saya tolerir. Setiap minggu dia selalu mengirim pesan-pesan singkat yang kalau dipikir- pikir lagi sebenarnya selalu mengena di hati. “You have to let people go if it has to be that way. Everyone who’s in your life is meant to be in your journey, but NOT all of them are meant to stay there.” Itu isinya. Seorang teman saya mengalami episode ini. Dia sempat bekerja di Kuala Lumpur saat menjalin hubungan dengan seorang laki-laki di Jakarta. Mereka menjalani hubungan jarak jauh selama hampir dua tahun. Lalu sampailah teman saya itu di titik di mana dia merasa sudah nggak sanggup menjalani hubungan yang dipisahkan jarak, ruang, waktu. Dia tinggalkan pekerjaannya di Kuala Lumpur untuk kembali ke Jakarta. Untuk laki-laki itu. Untuk kehidupan baru yang ia cita-citakan. Satu bulan ia kembali ke Jakarta, hubungan mereka
malah berakhir. Pertama kali bertemu setelah hubungan itu berakhir saya nggak melihat banyak yang berubah dari teman saya itu. Hanya sedikit lebih kurus, terlihat lelah, tapi tetap ceria. Sampai suatu malam kami pergi makan dengan seorang teman yang lain kami mulai berbagi cerita. “Aku nggak tahu salahku di mana,” ujarnya. Dan dia mulai menangis. Menangis di sebuah restoran yang sedang ramai. Saya bingung berbuat apa, hanya bisa merangkulnya.
Saya tahu dia sangat menyayangi laki-laki itu. Jujur, kami sebagai teman pernah mengingatkan padanya untuk jangan terlalu all out. Karena bila semuanya nggak berjalan sesuai keinginan kita, maka hanya sakit hati yang kita rasakan. Memang itu selalu masalahnya. Keinginan kita. Harapan kita. Siapa sih yang nggak berharap punya satu hubungan yang bisa dijalani dengan serius, dengan tenang, dengan yakin, dan dengan orang yang tepat? Kita melakukan banyak hal demi pasangan kita. Pernah cek alam bawah sadar? Apakah kita lakukan itu dengan ikhlas atau dengan harapan bahwa pasangan menyadari semua yang kita lakukan untuk dia dan kita berharap agar ia mampu melakukan paling tidak hal yang sama? Kita berharap. Banyak orang di luar sana yang bisa segera bertemu pengganti hanya dalam waktu dua hingga tiga bulan. Teman saya memang berbeda. Nggak sebentar bagi teman saya itu untuk bisa merasakan kesegaran penuh setelah berpisah. Dua tahun. Dia butuh dua tahun. Dua tahun sampai dia bisa mengatakan… “I get over him. I moved on. I still love him, but I guess I don’t want to be with him anymore.” Dalam dua tahun dia banyak bertemu laki-laki yang sebenarnya lebih menarik dari mantannya itu. Sayangnya, hingga saat ini belum ada yang sesuai sepertinya. Saya nggak bisa menduga-duga apakah ia masih memikirkan si mantan, tapi dengan kesibukannya yang cukup tinggi rasanya dia nggak punya waktu untuk bermelankoli-ria memikirkan kesedihan patah hati. Personally, saya merasa laki-laki itu benar-benar melewatkan orang yang sangat spesial untuknya. Saya tahu betul teman saya, dan sosoknya yang unik, pintar, seru, humoris, supel dengan siapa saja. Teman saya itu bisa saja memilih laki-laki yang lebih dari mantannya, tapi untuk dua tahun dia lebih memilih laki-laki yang kemudian melukai hatinya itu.
Banyak orang yang setelah putus tidak memiliki hubungan yang baik dengan mantan pasangannya. Sebagian malah menjelek-jelekkan. Teman saya nggak begitu. Dia tidak menjelek-jelekkan si mantan, tapi dia juga memutuskan bahwa di hidupnya yang ‘baru’ ia tidak ingin melihat laki-laki itu lagi, atau siapapun yang mengingatkannya dengan dia. Saya tidak bisa campur tangan soal keputusan itu. Terserah dia. Ada yang bilang berhubungan baik dengan mantan kekasih setelah berpisah itu sama saja dengan berusaha menjalin hubungan baik dengan orang yang pernah menculik kita. It’s just impossible. Dalam dua tahun usaha teman saya itu untuk move on, dan let go all the heartbreak memang penuh dengan usaha kami teman-temannya membantunya melupakan perpisahan itu. Kami pergi ke bioskop, makan bersama, berlibur, melakukan hal-hal seru. Sebesar-besarnya usaha kami untuk membantu dia melupakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar